Minggu, 24 Juni 2012

lunturnya nilai pancasila


Lunturnya Nilai-nilai Pancasila

PANCASILA adalah ideologi dasar negara Indonesia. Pancasila juga pedoman kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia. Sayangnya, selama ini Pancasila tidak pernah dilihat sungguh-sungguh sebagai ideologi bangsa Indonesia. Alhasil, nilai-nilai Pancasila mengalami ’’keterpinggiran’’ dari kehidupan masyarakat Indonesia sendiri.
    Dampaknya, negeri ini sangat mudah mengalami keguncangan-keguncangan moral akibat melemahnya implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan, di era keterbukaan dan globalisasi seperti sekarang sangat memungkinkan masuknya ideologi-ideologi lain.
    Ini tidak boleh dibiarkan. Sebab, akan memunculkan persoalan kebangsaan yang membawa ancaman terhadap kekuatan bangsa. Misalnya, konflik dan kekerasan sosial yang dipicu perbedaan latar belakang etnis, primordialisme, dan agama. Kesantunan, toleransi, dan sikap tepa selira juga telah meluntur. Kehebohan akan Negara Islam Indonesia juga salah satu sebabnya karena melemahnya Pancasila.
    Kita hendaknya harus belajar dari pengalaman silam kala negeri ini diguncang oleh Gerakan 30 September. Namun berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila, kita mampu melewatinya.
    Untuk itu, menjadi tanggung jawab kita bersama dalam menguatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara. Pancasila harus menjadi inspirasi membangun kehidupan berbangsa dan bernegara serta kebersamaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perlu gerakan-gerakan terstruktur, sistematis, dan masif yang melibatkan semua pihak untuk merevitalisasi, menginternalisasi, dan mengimplementasikan nilai Pancasila. Semoga
PANCASILA adalah ideologi dasar negara Indonesia. Pancasila juga pedoman kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia. Sayangnya, selama ini Pancasila tidak pernah dilihat sungguh-sungguh sebagai ideologi bangsa Indonesia. Alhasil, nilai-nilai Pancasila mengalami ’’keterpinggiran’’ dari kehidupan masyarakat Indonesia sendiri.
    Dampaknya, negeri ini sangat mudah mengalami keguncangan-keguncangan moral akibat melemahnya implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan, di era keterbukaan dan globalisasi seperti sekarang sangat memungkinkan masuknya ideologi-ideologi lain.
    Ini tidak boleh dibiarkan. Sebab, akan memunculkan persoalan kebangsaan yang membawa ancaman terhadap kekuatan bangsa. Misalnya, konflik dan kekerasan sosial yang dipicu perbedaan latar belakang etnis, primordialisme, dan agama. Kesantunan, toleransi, dan sikap tepa selira juga telah meluntur. Kehebohan akan Negara Islam Indonesia juga salah satu sebabnya karena melemahnya Pancasila.
    Kita hendaknya harus belajar dari pengalaman silam kala negeri ini diguncang oleh Gerakan 30 September. Namun berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila, kita mampu melewatinya.
    Untuk itu, menjadi tanggung jawab kita bersama dalam menguatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara. Pancasila harus menjadi inspirasi membangun kehidupan berbangsa dan bernegara serta kebersamaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perlu gerakan-gerakan terstruktur, sistematis, dan masif yang melibatkan semua pihak untuk merevitalisasi, menginternalisasi, dan mengimplementasikan nilai Pancasila. Semoga

Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa


Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa

Ada sebuah momen yang sangat langka sekaligus menggembirakan bagi persatuan dan kesatuan bangsa negeri ini pada peringatan hari lahir Pancasila di Gedung MPR beberapa waktu lalu. Momen tersebut yakni, berkumpulnya seluruh sisa pemimpin dan wakil pemimpin nomor satu dan dua dalam sejarah Indonesia.
Presiden ketiga BJ Habibie, presiden kelima Megawati Soekarnoputri serta presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lalu, ada juga para Wakil Presiden RI yakni Tri Sutrisno,Hamzah Haz dan Jusuf Kalla.

            Suatu keadaan menjadi riuh saat presiden kelima RI untuk pertama kalinya "mengakui" SBY sebagai Presiden Indonesia keenam. Hal itu terungkap ketika dia menyebut SBY sebagai Presiden Republik Indonesia pada awal sambutan pidatonya.
"Yang saya hormati Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono," kata Megawati Soekarnoputri dalam pembukaan pidatonya tersebut. Tak pelak, sebutan Megawati Soekarnoputri itu disambut tepuk tangan riuh hadirin pada acara tersebut.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Megawati dan SBY berseteru sejak Pemilu 2004 silam, ketika SBY mundur dari kabinet Megawati Soekarnoputri. Pada pemilu itu, SBY-Jusuf Kalla akhirnya terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Sejak itu, Megawati enggan bertemu SBY. Lalu, pada Pemilu 2009, SBY dan Megawati kembali saling berhadapan dalam pemilu. Tetapi lagi-lagi, Megawati kalah hanya dalam satu putaran.

            Pancasila pada orde baru dijadikan  sebagai tema sentral dalam menggerakkan seluruh komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu  Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disinghkat dengan P4. Pedoman itu  berupa butir-butir pedoman berbangsa dan bernegara.  Nilai-nilai yang ada pada butir-butir P4  tersebut sebenarnya tidak ada sedikitpun yang buruk atau ganjil, oleh karena itu,  menjadi mudah diterima oleh seluruh bangsa Indonesia. Hanya saja tatkala memasuki  era reformasi, oleh karena pencetus P4  tersebut adalah orang yang tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus dibuang, sekalipun baik. P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap sebagai alat untuk memperteguh kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa yang bersangkutan jatuh, maka semua pemikiran dan pandangannya  dianggap tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan.
            Sementara  itu,  era reformasi  belum berhasil  melahirkan  idiologi pemersatu bangsa yang baru.  Pada saat itu semangatnya adalah memperbaiki pemerintahan yang dianggap korup, menyimpang,  dan otoriter, dan  kemudian haraus  diganti dengan semangat demokratis. Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-undang dasar 1945 harus diamandemen. Beberapa hal yang masih didanggap  sebagai identitas bangsa, dan harus dipertahankan  adalah bendera merah putih, lagu kebangsaan Indonesia raya, dan  lambang Buirung Garuda. Lima prinsip dasar yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara,  yang selanjutnya disebut Pancasila, tidak terdengar lagi, dan apalagi P4.
            Namun setelah melewati sekian lama  masa reformasi, dengan munculnya idiologi baru, semisal NII dan juga lainnya, maka  memunculkan kesadaran baru, bahwa ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan  gambaran tentang nilai-nilai ideal  yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.
            Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah,   menempati wilayah dan kepulauan yang sedemikian luas, maka  tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat.  Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian  diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur. Memang setiap  agama  pasti memiliki ajaran tentang  gambaran kehidupan ideal,   yang  masing-masing berbeda-beda.  Perbedaan itu tidak akan mungkin  dapat dipersamakan. Apalagi, perbedaan  itu sudah melewati  dan memiliki sejarah panjang. Akan tetapi,  masing-masing pemeluk agama lewat para tokoh atau pemukanya,  sudah berjanji dan berekrar akan membangun negara kesatuan berdasarkan Pancasila itu. Memang  ada sementara pendapat,  bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa. Dengan alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan tentang persatuan, kebersamaan dan  tolong menolong, sebagai dasar hidup bersama. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit konflik  yang terjadi antara penganut agama yang berbeda.  Tidak sedikit orang merasakan  bahwa perbedaan selalu menjadi halangan untuk bersatu. Maka Pancasila, dengan sila pertama adalah  Ketuhanan Yang Maha Esa, merangkum dan sekaligus menyatukan  pemeluk agama yang berbeda itu.  Mereka yang berbeda-beda dari berbagai aspeknya itu  dipersatukan  oleh cita-cita dan kesamaan idiologi bangsa ialah Pancasila.    
            Itulah sebabnya, maka  melupakan Pancasila sama  artinya dengan mengingkari  ikrar, kesepakatan,  atau janji bersama sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Selain  itu, juga dem ikian,  manakala muncul kelompok atau sempalan yang akan mengubah   kesepakatan itu, maka sama artinya dengan  melakukan pengingkaran sejarah dan  janji  yang telah disepakati bersama. Maka,  Pancasila adalah sebagai tali pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh  dan digelorakan pada setiap saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya dengan melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu.Oleh sebab itu, Pancasila, sejarah  dan  filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun non formal. Pancasila  memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak dikenal di negara lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa bangsa  ini tanpa Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah, kultur, dan sejarah politik yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa Indonesia memerlukan  alat pemersatu, ialah Pancasila


Pancasila=Pemersatu Bangsa
            Dengungan para pendiri negara saat menyatakan bahwa Pancasila sebagai pemersatu bangsa, ternyata bukan hanya isapan jempol belaka. Hal ini telah membuktikan bahwa Pancasila dapat membawa perubahan besar dalam mempersatukan bangsa di republik ini.
Duduk bersama dengan tidak melihat warna politik tertentu antar para pemimpin merupakan sebuah momen yang sangat langka dalam perpolitikan kita. Tentu sangat jelas bahwa pada peringatan Pancasila tersebut dapat mempersatukan para insan pemimpin negeri ini untuk satu tekad dan berkomitmen satu yakni memajukan negara kesatuan Republik Indonesia.

            Sejak awal reformasi digulirkan, negeri kita seakan tidak berdaya akibat kebablasan dalam berdemokrasi. Saling rebut merebut kekuasaan dengan berbagai cara kotor perpolitikan adalah hal yang seakan telah menjadi lumrah. Maka tak heran bangsa kita dikhawatirkan dapat terpecah belah akibat perburuan kekuasaan tersebut. Kini, Pancasila seakan telah mempersatukan bangsa yang telah terancam perpecahan antar kelompok.
Ideologi mempersatukan bangsa dalam Pancasila tertuang dalam sila ketiga yakni "Persatuan Indonesia". Para pendiri negara, Pancasila sesungguhnya dirumuskan untuk dapat memperkuat tali persatuan bangsa yang terbentang sangat luas di seluruh nusantara. Bahkan, dengan kehadiran Pancasila, negeri kita dapat mencegah segala aksi separatis dan radikalisme yang semakin marak dalam dasawarsa terakhir ini.
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan naskah asli yang hingga saat ini tidak berubah sedikitpun meskipun rezim kepemimpinan silih berganti dan konstitusi dapat berubah. Tentu saja Pancasila dapat menjadi magnet yang mempererat tali persatuan bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila "Persatuan Indonesia" yakni, (1) Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. (2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. (3) Cinta Tanah Air dan Bangsa. (4) Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia. (5) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.

Degradasi Pancasila
            Sudah menjadi perbincangan yang hangat di tengah kehidupan berbangsa kita saat ini bahwa Pancasila dalam keadaan yang sangat menghawatirkan dan terjadi degradasi pemahaman dan pengamalan Pancasila oleh bangsa kita. Sesungguhnya apa yang mendasari bahwa Pancasila tidak lagi diamalkan oleh bangsa Indonesia? Salah satunya yakni pengajaran dalam pendidikan kita tidak lagi mengenal akan pentingnya pendidikan muatan Pancasila dari segala tingkat pendidikan.

Telah menjadi hal yang bernuansa modern bahwa pendidikan modern dengan tren internasional selalu dikedepankan dengan penguatan pendidikan berbasis sains dan teknologi. Tidak salah memang apabila dunia pendidikan berbasis sains dan teknologi, mengingat kemajuan dan pesatnya dunia informasi di tengah arus globalisasi. Akan tetapi, pendidikan tersebut segalanya akan ambruk manakala pengajaran terhadap Pancasila tidak dikenal dan diamalkan. Sebab, dalam pemahaman Pancasila terdapat nilai-nilai Ketuhanan, sikap kebersamaan, saling tolong-menolong, toleransi, bersahaja, mempunyai kepekaan sosial, berakhlak mulia, serta berakidah.


            Tentu saja apabila sikap tersebut terpancar dalam diri seorang, maka segala tingkah laku dan perbuatan orang tersebut dapat lebih bermartabat dan berakhlak mulia untuk mengarungi kehidupan. Berbeda halnya dengan pendidikan yang hanya mengedepankan sains. Meskipun melek dalam teknologi, tetapi apabila tidak adanya pemahaman terhadap pendidikan Pancasila, dikhawatirkan seorang tersebut akan bertindak negatif dan berperilaku menyimpang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini

            Degradasi Pancasila memang telah dialami negara kita saat ini. Perilaku korupsi secara jamak, saling berebut kekuasaan dengan berbagai cara kotor, para pemimpin yang sering menzholimi rakyatnya, serta berbagai tindak kekerasan dan kejahatan yang tiada henti-hentinya membuktikan bahwa nilai Pancasila belum diamalkan oleh bangsa kita. Kemudian, hal lain diperparah dengan segala aksi yang bukannya membuat perubahan lebih baik, melainkan hanya memperkeruh dan memudarkan persatuan bangsa.

            Kini, sudah selayaknya Pancasila harus direvitalisasikan dalam kehidupan bernegara di seluruh lapisan masyarakat kita agar segala tindakan dan perilaku para penyelenggara negara dan juga warga negara sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam Pancasila. Sebab, dengan mengamalkan Pancasila, negeri kita dapat memperkokoh tali persatuan dan kesatuan bangsa